DI INDONESIA
Disusun
oleh :
1. Nurul Aslina 12304241016
2. Wilda Khafida 12304241023
3. Nurul Ayuningtyas I 12304241034
4. Dewi Susanti 12304249001
JURUSAN PENDIDIKAN
BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2013
Kata
Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Budaya Korupsi di Indonesia”
ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
Kami
juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof. KH. Sugiyarto selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.
Kami
menyadari bahwa Tak Ada Gading Yang Tak Retak, begitu juga dalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan
makalah selanjutnya.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Yogyakarta,
21 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KataPengantar ……………………………………………………………..i
Daftar Isi …………………………………………………………………….ii
Bab I.
Pendahuluan ……………………………………………………………..1
A.
Latar Belakang ……………………………………………………..1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………..2
C.
Tujuan ……………………………………………………………..2
Bab II.
Pembahasan ……………………………………………………………..3
Bab III. Penutup …...………………………………………………………...15
A.
Kesimpulan ……………………………………………………………..15
B.
Saran ……………………………………………………………………..16
Daftar Pustaka ……………………………………………………………..17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena korupsi telah menjadi persoalan yang berkepanjangan di
negara Indonesia. Bahkan negara kita memiliki rating yang tinggi di antara negara-negara
lain dalam hal tindakan korupsi. Korupsi sebagai sebuah masalah yang besar dan
berlangsung lama menjadi sebuah objek kajian yang menarik bagi setiap orang.
Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam kajian itu. Misalnya ada orang yang meneliti pengaruh
korupsi terhadap perekonomian, perpolitikan, sosial, dan kebudayaan.
Fenomena korupsi telah menghilangkan nilai-nilai kerja keras,
kebersamaan, tenggang
rasa, dan rasa
senasib sepenanggungan di antara sesama warga
bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang
apatis terhadap nasib dan
penderitaan sesama khususnya rakyat kecil. Tindakan korupsi seolah-olah
bukanlah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kecenderungan
korupsi telah merasuki hati
sebagian orang bangsa ini.
Dalam tulisan ini, Penulis akan mengkaji korupsi sebagai
sebuah budaya. Seperti
yang pernah diungkapkan oleh Mari’e
Muhammad (Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI pada masa
Pemerintahan Orde Baru) bahwa tindakan korupsi di Indonesia sudah menjadi sebuah budaya. Mungkin banyak orang yang menyetujui dan memiliki pemahaman yang sama dengan pendapat tersebut. Disini
penulis berusaha mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan korupsi dan
mencoba memberikan penyelesaian agar korupsi tidak semakin membudaya.
B.
Rumusan Masalah
1)
Apakah
pengertian korupsi?
2)
Bagaimanakah
sejarah korupsi?
3)
Bagaimana
Undang-Undang tentang korupsi di Indonesia?
4)
Apa sajakah
faktor-faktor penyebab korupsi?
5)
Bagaimana budaya
korupsi di Indonesia?
6)
Apa sajakah
contoh kasus korupsi di Indonesia?
7)
Apa sajakah
dampak korupsi dalam berbagai bidang?
C.
Tujuan
1)
Memahami apa
yang dimaksud dengan korupsi
2)
Memahami sejarah
korupsi
3)
Mempelajari
Undang-Undang tentang korupsi di Indonesia
4)
Memahami
faktor-faktor penyebab korupsi
5)
Memahami budaya
korupsi di Indonesia
6)
Memahami
contoh-contoh korupsi di Indonesia
7)
Memahami dampak
korupsi dalam berbagai bidang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin
yaitu Coruption atau
Corruptus yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, atau memutarbalikkan. Kemudian muncul dalam
bahasa Inggris dan Prancis Corruption, dalam
bahasa Belanda Korruptie, selanjutnya
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Korupsi. Selain itu menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Ditinjau
dari segi hukum, korupsi adalah sebuah kejahatan. Di Indonesia, Singapura dan
Malaysia, korupsi adalah kejahatan yang serius dan pelakunya mendapat sanksi
hukum yang maksimal. Dari sudut pandangan ekonomi, korupsi adalah gejala
pemborosan yang merugikan. Biasanya korupsi adalah hasil kerja sama antara
pengusaha dan penguasa. Baik perusahaan maupun negara menampung kerugian.
(Rahardjo, 1999: 13)
Aristoteles
yang diikuti oleh Machiavelli, sejak awal telah merumuskan sesuatu yang
disebutnya sebagai korupsi moral (moral
corruption). Korupsi moral merujuk pada berbagai bentuk konstitusi yang
sudah melenceng, hingga para penguasa rezim termasuk dalam sistem demokrasi,
tidak lagi dipimpin oleh hukum, tetapi tidak lebih hanya berupaya melayani
dirinya sendiri. (Mansyur Semma, 2008:32)
Berdasarkan
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan
bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang
kekuasaan, memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat
curang, melakukan penggelapan, dan menerina hadiah terkait janggung jawab yang
dijalani.
B. Sejarah korupsi
Korupsi sudah
berlangsung dari zaman kebesaran Romawi hingga masa keadidayaan Amerika Serikat
saat ini. Korupsi sulit hilang, bahkan semakin menggurita di beberapa masa
terakhir kini. Korupsi layaknya sebuah “epidemi” penyakit. “Epidemi” ini sudah
mendunia sehingga sebagai penyakit global, korupsi tidak mengenal tapal batas
dan limit waktu. Hal ini juga yang menyebabkan pada tanggal 9 Desember 2003,
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui Konvensi Antikorupsi Sedunia. Ini tentu
tidak terlepas dari kekuatan korupsi sebagai musuh bersama masyarakat dunia
(The Common Enemy). Dalam hal ini Indonesia juga termasuk dalam deretan sebagai
“pasien” penderita penyakit korupsi stadium akut. Corruption Perception Index yang diterbitkan oleh Transparency
International Indonesia mungkin bisa mendeskripsikan keterpurukan harkat dan
martabat bangsa ini di mata dunia internasional.
Di
Indonesia korupsi telah
menjadi kebiasaan sejak zaman lampau. Korupsi menjadi tradisi dalam corak
birokrasi patrimonial, yang mengejewantahkan bentuknya dalam sistem masyarakat
feodal. Corak
dan sistem seperti ini tetap dipertahankan sebagai sebuah kewajaran, justru
karena masyarakat memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar telah
terjadi sejak dahulu, sesuatu yang terwariskan. Korupsi di Indonesia telah ada dari
dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era orde lama, orde baru, berlanjut
hingga era reformasi. Korupsi telah berakar jauh ke masa silam, tidak saja di
masyarakat Indonesia, akan tetapi hampir di
semua bangsa. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang. Mochtar Lubis
menjelaskan,
awal mula kelahiran korupsi sejak masa feodalisme masih berkuasa hingga ke masyarakat
modern dengan bentuk-bentuk korupsi yang semakin beragam. Di masa feodal di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, tanah-tanah
yang luas adalah pemilik para raja dan raja menyerahkan pada para kaum
bangsawan untuk melakukan pengawasan terhadap tanah-tanah tersebut.
Melalui
kaum bangsawan yang ditugaskan melakukan pengawasan tersebut, rakyat dan
pembesar yang menempatinya dipunguti pajak, sewa, dan upeti. Situasi tersebut
juga terdapat dalam kerajaan-kerajaan Indonesia
di zaman dahulu. Pada waktu itu dalam nilai budaya dan masyarakat yang berlaku,
dianggap sebagai hal yang wajar. Jejak akar budaya ini pada struktur kekuasaan
di masa lalu yang disebutnya sebagai kekuasaan “birokrasi patrimonial“. Istilah
ini berasal dari Max Weber dan didefinisikan sebagai bentuk kekuasaan yang
hidup dan berkembang pada masa feodalisme di masa lalu yang masih besar.
C.
Undang-Undang
tentang Korupsi
Di Indonesia langkah-langkah pembentukan hukum positif
untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan
selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa perubahan
perundang- undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru digunakan
tahun 1957, yaitu dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di
daerah kekuasaan Angkatan Darat
(Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Beberapa peraturan yang
mengatur mengenai tindak pidana korupsi
di Indonesia sebagai berikut :
1.
Masa Peraturan
Penguasa Militer, yang terdiri dari :
a.
Pengaturan yang
berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat
dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Rumusan korupsi menurut
perundang- undangan ini ada dua, yaitu tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa
pun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan
orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak
langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Tiap perbuatan yang
dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan
yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan
mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan
kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan
material baginya.
b.
Peraturan
Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang
berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang- orang yang
dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan
(perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah
Pemilik Harta Benda (PHB).
c.
Peraturan
Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar
hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk
melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lainnya,
sambil menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi.
d.
Peraturan
Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan darat Nomor PRT/PEPERPU/031/1958
serta peraturan pelaksananya.
e.
Peraturan
Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor PRT/z.1/I/7/1958
tanggal 17 April 1958 (diumumkan dalam BN Nomor 42/58). Peraturan tersebut diberlakukan untuk wilayah
hukum Angkatan Laut.
2.
Masa Undang-Undang
Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti Korupsi, yang
merupakan peningkatan dari berbagai peraturan. Sifat Undang- Undang ini masih
melekat sifat kedaruratan, menurut pasal 96 UUDS 1950, pasal 139 Konstitusi RIS
1949.Undang- Undang ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1960 yang tertera dalam Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1961.
3.
Masa Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.
Masa Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002
dikeluarkan Undang- Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
D.
Faktor
Penyebab Korupsi
Korupsi yang saat ini sudah sangat banyak
dilakukan oleh para pejabat khususnya di negara-negara berkembang disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
1) Lemahnya keimanan
2) Lemahnya moral dan etika
3) Sifat tamak manusia,
4) Gaya hidup konsumtif,
5) Tidak mau (malas) bekerja keras
6) Rendahnya integritas dan profesionalisme,
2. Faktor Eksternal
1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan
peraturan perundangan,
4) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga dan
birokrasi belum mapan,
5)
Kondisi
lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat
E.
Budaya
Korupsi
Di
Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya
dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan
ningrat dan golongannya.
Korupsi
merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan,
dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana. Antara pengusaha
dan pejabat birokrat yang mempunyai
kekuasaan
atau antara warga bertaraf ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai
perbincangan, kata korupsi merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah
telah menjadi bahasa lumrah dalam perbincangan.
Korupsi
sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual melainkan dianggap
sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum. Para anggota dewan,
birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan tindakan
pelanggaran etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya sikap semacam ini justru
membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan
penegak hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam
peraturan perundang-undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy). Hal ini tentu
akan merusak cita-cita dan tujuan bangsa.
Terungkapnya
berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan bahwa korupsi sudah
menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang memegang kedaulatan
rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan
banyak kepada para DPR. Namun tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi dengan
adanya DPR yng melakukan korupsi akan mengubah persepsi masyarakat sehingga
menjadi tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.
Masalah
lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu pemicunya adalah gaji pegawai yang
rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah dan banyaknya kepentingan
partai politik maka semua ini akan mendorong pada tindakan korupsi dalam
birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain
itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan
tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon
memberikan uang kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala
desa tersebut. hal ini juga termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang menerima uang
pelicin, tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin tersebut. (Semma,
2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap
maupun penerima suap sama-sama telah melakukan perilaku korupsi.
Di
lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kunci jawaban UNAS kepada
murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan. Tentu hal ini
juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih
dahulu untuk berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan
soal UNAS. Semestinya dalam lingkup
pendidikan
anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu berperilaku jujur.
Melihat
hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di negeri ini
sudah mulai melakukan perilaku
korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai taraf tinggi. Korupsi memang
sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya untuk menghilangkan korupsi
tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan kebudayaan masyarakat yang
merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan cara
mengubah budaya pada masyarakat yang masih mengagungkan kebudayaan lama yang
dianut. Seberapa
kuat kebudayaan lama, jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan
terlihat dampak dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.
F.
Kasus-Kasus Korupsi
a) Kasus
suap daging impor
KPK mengungkap kasus suap daging
impor yang dilakukan oleh
Ahmad Fathanah
dan anggota
DPR Luthfi Ishak. KPK mendapatkan
informasi dari masyarakat tentang adanya serah terima uang terkait
proses impor daging dari
Juard Effendi dan Arya Arby Effendi dari PT indoguna
utama ke orang dekat anggota
DPR luthfi hasan,ahmad fathanah. Serah terima uang yang dilakukan di kantor PT indoguna di pondok bambu. Suap terkait izin impor daging,saat ini daging impor memang tengah dibatasi. Usai
penyerahan, ahmad fathanah dengan membawa uang Rp 1 miliar setelah itu bergerak
ke hotel le meridien. Dan di hotel tersebut sudah ada mahasiswi berinisial M
berusia 19 tahun. Pihak KPK tidak merinci apa yang telah dilakukan kedua orang
tersebut di hotel. KPK mengintai Ahmad dan sang
mahasiswi di hotel. Setelah itu, saat keduanya keluar dari hotel, sedang di
basement dan berada di mobil, KPK menangkap keduanya. Di jok belakang disita
uang Rp 1 miliar. Keduanya langsung dibawa ke KPK. KPK menangkap Juard dan Arya
di rumah di kawasan Cakung, Jaktim. Penangkapan terkait suap. Keduanya pun
langsung dibawa ke KPK. Ada juga 2 orang lain yang diamankan yakni sopir PT IU
dan sopir Ahmad. KPK melakukan penggeledahan di PT Indoguna dan melakukan
penyitaan sejumlah barang. KPK juga memberkan police line di perusahaan itu.
Hingga sore KPK melakukan pemantauan di sejumlah lokasi. KPK menetapkan
tersangka Juard, Arya, Ahmad fathanah, dan Luthfi Hasan.
Mereka diduga terlibat dalam kasus
suap menyuap.
b) Kasus
korupsi kepala skk migas
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK
Migas Johanes Widjanarko menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan itu terkait dengan
kasus dugaan suap PT Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) terhadap bekas Kepala SKK Migas
Rudi Rubiandini. Johanes selesai diperiksa dia mengaku ditanya soal tiga
tersangka. Yakni, Rudi, pemilik PT KOPL Simon G. Tanjaya, dan pelatih golf yang
diduga kurir yaitu Devi Ardi. Dia berkelit saat dicecar soal proses tender di SKK
Migas. Tercatat,Rudi Rubiandi pernah menjabat sebagai komisaris disalah satu
cabang pembantu Bank Mandiri. Seperti diketahui, berdasarkan hasil ekspos
(gelar perkara) ditetapkan tiga orang tersangka terkait peristiwa operasi
tangkap tangan yang dilakukan penyidik. Pertama, yaitu Simon Gunawan Tanjaya
sebagai pemberi suap sehingga dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau
Pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, Deviardi alias Ardi
dan Rudi sebagai penerima dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal
5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Rudi diduga
menerima uang sejumlah USD400 ribu dari Simon melalui Ardi. Kemudian, ditemukan
kembali uang sejumlah USD90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura di rumah Rudi
yang diduga juga pemberian dari Simon. Sedangkan dirumah Ardi juga ditemukan
uang sebesar USD200 ribu. Uang tersebut
diduga terkait dengan kewenangan Rudi sebagai Kepala SKK Migas. Mengingat,
Simon adalah petinggi Kernel Oil Private Limited, perusahaan minyak yang
berniat merambah ke dunia bisnis di Indonesia.
c) Pengadaan alat simulator
SIM
Irjen Djoko
Susilo dituntut 18 tahun penjara serta mengembalikan kerugian Rp32 miliar.
Empat belas bulan pasca Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan status tersangka
atas Irjen Djoko Susilo dalam kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM yang
merugikan negara Rp196 miliar, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membacakan
vonis untuk mantan Kepala Kakorlantas Mabes Polri itu.
KPK
menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka untuk kasus korupsi simulator
SIM. Upaya KPK menyidik kasus ini menimbulkan friksi dengan Polri yang juga
menginginkan kewenangan untuk mengusut kasus tersebut. KPK memanggil Irjen
Djoko Susilo untuk menjalani pemeriksaan pertama. dengan alasan penanganan
kasus belum jelas. Djoko memenuhi
panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan memerintahkan Polri menyerahkan kasus
ini sepenuhnya pada KPK.KPK menahan Djoko di rumah tahanan cabang KPK di
Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta Selatan. KPK
menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencucian
uang (TPPU).Djoko menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor dalam persidangan
dan terkuak fakta tentang irjen susilo yaitu
Total aset yang disita mencapai Rp100 miliar dan terdiri dari 26
properti, 3 SPBU dan 4 mobil,Djoko mengaku bahwa kekayaannya bertambah Rp80
miliar antara 2003-2012Sejak 2005 ia menyamarkan harta-hartanya dengan
menggunakan nama 12 orang kerabat dekat, termasuk istri dan anak buahnya. Jaksa
mengajukan tiga tuntutan yaitu hukuman penjara 18 tahun, denda kerugian negara
Rp32 miliar serta pencabutan hak politik yang jika dikabulkan hakim berarti
Djoko tidak akan bisa menggunakan hak pilih di Pemilu 2014 atau memilih dan
dipilih untuk jabatan publik. Majelis hakim menjatuhkan vonis atas Djoko.
Berkas pertimbangan hakim mencapai 6.000 halaman dengan ketebalan 1,2 meter.
Akhirnya irdjen susilo di vonis dengan pidana penjara 10
tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider kurungan 6 bulan Selain itu,
majelis hakim memerintahkan agar harta kekayaan Rp 200 miliar yang menjadi
barang bukti disita untuk negara.
G. Dampak
Korupsi
Korupsi
menyebabkan berbagai macam dampak pada berbagai bidang. Dampak
tersebut diantaranya:
a. Dampak
Ekonomi
Dalam
perspektif ekonomi ada beberapa dampak korupsi, antara lain terjadinya inefisiensi
hingga menyebabkan tingginya harga
yang akhirnya beban keseluruhan
harus ditanggung oleh konsumen, terjadinya
eksploitasi dan ketidakadilan distribusi sumberdaya dan dana pembangunan karena hanya orang yang memiliki kekuasaan
dan para pemilik modal saja yang bisa mengaksesnya, terjadinya tidak efektif dan efisiennya birokrasi
pemerintahan. Mereka tidak punya sensitifitas untuk melayani kepentingan publik
dan selalu mencari keuntungan
bagi kepentingan sendiri atas kewajiban yang seharusnya dilakukan. Pada akhirnya, insentif ini akan
berujung pada inefisiensi dan perubahan watak pelayanan birokrasi, terjadinya penurunan
tingkat investasi modal sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi pemasukan negara.
Dampak
langsung dari uraian di atas adalah
petumbuhan ekonomi akan terhambat
dan kemiskinan menjadi semakin
meluas.
b.
Dampak Sosial
Dalam konteks sosial,
dampak korupsi dapat menimbulkan masalah yang sangat besar. Korupsi berdampak pada
merosotnya investasi pada human capital dan bahkan korupsi menghancurkannya. Tidak adanya pembangunan
infrastruktur yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan
menyebabkan masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit dan rendah
kompetensinya,
sehingga masyarakat menjadi kurang
profesional dan kurang
mampu berkompetisi secara dinamis dengan berbagai sumberdaya manusia dari
negara lain. Bagi masyarakat, korupsi
dianggap sebagai suatu kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses-proses
ekonomi dan politik. Sikap dan perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya
akan mengurangi etos kompetisi secara
sehat, semakin memperkuat
hubungan patron-client, orang
yang berkuasa dan
mempunyai uang bisa mengatur segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial semakin melebar dan melembaga
sehingga menciptakan kerawanan sosial. Rusaknya
mutu infrastruktur transportasi dan komunikasi tidak hanya menyebabkan
mobilitas penduduk menjadi merosot, tetapi juga potensial menyebabkan kerawanan
sosial lainnya. Begitu juga dengan angka kemiskinan yang kian meningkat karena terhambatnya pertumbuhan ekonomi
yang berpengaruh besar pada stabilitas sosial.
c.
Dampak Politik
Terjadinya penyimpangan kepentingan
pada lembaga politik tempat proses legislasi berlangsung. Karena para wakil
rakyat yang dipilih melalui proses pemilu yang tidak sepenuhnya jujur, adil dan
sikap koruptif menjadi bagian tak terpisahkan di dalamnya. Karena itu, elit dan
lembaga politik punya kecenderungan mengabaikan aspirasi rakyat dan
konstituennya. Fakta tersebut
membuat lembaga legislatif menjadi tidak dapat
dipercaya dan menyebabkan
hilangnya kepercayaan rakyat. Karena itu, dewasa ini semakin banyak kasus terjadinya
politik uang pada berbagai pemilihan kepala daerah. Secara keseluruhan, di
dalam perspektif politik, korupsi membelokkan
proses-proses politik, menggantikan kebijakan yang berfokus pada persaingan
politik. Dampak utama lain dari proses di atas, berbagai kebijakan yang
dihasilkan lembaga politik akan kehilangan moralitasnya, tidak berpihak pada
daulat rakyat dan rakyat semakin
tidak percaya pada proses politik..
d.
Dampak Hukum
Dalam konteks hukum,
dampak yang paling nyata adalah makin meluasnya ketidakpercayaan rakyat pada
lembaga penegak hukum. Karena itu banyak
terjadinya penyelesaian sepihak dengan menggunakan
kekerasan menjadi salah satu modus yang sering
digunakan oleh masyarakat untuk mewujudkan
keadilan versi mereka. Lembaga peradilan terus menerus mendapat tekanan dan
cemoohan dari publik, karena justru membebaskan para koruptor, memberi peluang
untuk tidak diperiksa hanya dengan alasan kesehatan, diperiksa di pengadilan
tanpa hadirnya terdakwa. Pendeknya hukum dituding menjadi diskriminatif dan
keadilan potensial "diperjual-belikan". Ketidakmampuan serta
proses penegakan hukum menegakkan eksistensinya juga berdampak langsung pada
peningkatan kecemasan masyarakat dan peningkatan angka kriminalitas. Akibat
yang paling mengkhawatirkan, setiap masalah atau pertikaian pendapat yang
muncul diselesaikan dengan kekerasan sehingga kerusuhan terjadi di mana-mana. Hukum
tidak lagi bersifat responsif, tetapi instrumen untuk memperluas kewenangan
kekuasaan "memeras" rakyat atas nama peraturan daerah dan
melegalisasi kesewenangan. Hukum dimaknai bekerja secara prosedural tetapi
kehilangan makna substantif dan spiritualitasnya. Akibat lebih lanjut
lainnya, judicial corruption juga bisa berkaitan dengan proses investasi. Para
investor banyak yang tidak mau mengambil resiko di bidang bisnis tanpa jaminan
kepastian hukum. Kepastian itu tidak hanya di dalam relasinya dengan
kepentingan kekuasaan saja dan berkaitan dengan perlindungan usaha atas proyek
yang melibatkan pemerintahan, tetapi juga jaminan kepastian hukum bila terjadi
sengketa dengan rekan bisnisnva maupun dengan para customer-nya. Begitu luas dampak
korupsi karena terjadi pembiaran terhadap kejahatan korupsi, belum maksimalnya
usaha serius dari pemerintah untuk memberantas korupsi secara sistematik, baik
itu pada pemerintahan Orde Baru maupun saat setelah terjadinya reformasi. Baru
kemudian presiden terpilih secara langsung menyatakan secara terbuka
komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi.
H. Upaya
Pemberantasan Korupsi
Masalah
korupsi bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Berbagai kebijakan telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Secara
faktual Majelis Permusyawaratan Rakyat mengamanatkan dalam TAP MPR-RI Nomor XI/MPR/1989
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Tujuan
yang ingin dicapai dalam upaya tersebut adalah Penyelenggaraan Negara yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif harus sesuai
dengan tuntutan hati nurani rakyat, yakni adanya penyelenggaraan negara yang
mampu menjalankan fungsi dan tugas secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung
jawab untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktik KKN di segala bidang, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Upaya
pemberantasan korupsi untuk menuju terciptanya pemerintahan yang bersih
nuansanya nampak lebih kental. Untuk
mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara menuju terciptanya tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa teersebut, maka Presiden telah
mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah dan Kebijakan Penyelenggaraan Negara 2004-2009, yang diarahkan untuk:
a) Menuntaskan
penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam benuk praktik-praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme
b) Meningkatkan
kualitas penyelenggara administrasi negara
c) Meningkatkan
keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
Selain
kontribusi aparat hukum, partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat
dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemberantasan tindak perilaku korupsi. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh
masyarakat umum dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain
sebagai berikut :
a) Upaya
pencegahan (preventif). Dapat dilakukan dengan menanamkan semangat nasional
yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
b) Upaya
edukasi masyarakat/mahasiswa. Yaitu menumbuhkan rasa memiliki tanggung jawab
guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan
kepentingan publik serta tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c) Upaya
edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Yaitu dengan membuka wawasan
seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan
aspek-aspek hukumnya serta melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai
dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Korupsi
adalah tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang kekuasaan,
memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang,
melakukan penggelapan, dan menerima
hadiah terkait janggung jawab yang dijalani. Korupsi sudah berlangsung dari zaman kebesaran Romawi
hingga masa keadidayaan Amerika Serikat saat ini. Korupsi sulit hilang, bahkan
semakin menggurita di beberapa masa terakhir kini. Korupsi
di Indonesia telah ada dari
dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era orde lama, orde baru, berlanjut
hingga era reformasi. Korupsi telah berakar jauh ke masa silam, tidak saja di
masyarakat Indonesia, akan tetapi hampir di
semua bangsa.
Dalam
upaya pemberantasan korupsi, badan legislatif Indonesia telah membuat Undang-Undang
yang mengatur tindak pidana korupsi tersebut, Undang-Undang ini telah ada sejak
tahun 1960 dan mengalami beberapa kali perubahan hingga saat ini. Undang-Undang
tersebut yaitu UU No 24 Tahun 1960, UU No 3 Tahun 1971, UU No 31 Tahun 1999,
dan UU No 20 Tahun 2001.
Korupsi yang semakin hari semakin
berkembang dengan pesat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kurang atau dangkalnya
pendidikan agama dan etika sehingga mempermudah pejabat untuk melakukan korupsi, kurangnya sanksi yang keras, kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin
meningkat, lemahnya
pengawasan terhadap para penyelenggara negara, faktor budaya atau kebiasaan dimana
pejabat melakukan korupsi dianggap sebagai hal yang biasa dan cenderung
dilakukan terus-menerus.
Hampir
semua orang di negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari
taraf yang rendah hingga sampai taraf tinggi. Contoh kasus yang sering kita
dengar adalah kasus suap daging impor, kasus dana kas uang Sidoarjo, kasus
pengadaan alat simulator SIM, dan lain-lain. Korupsi ini memiliki dampak besar
bagi segala aspek kehidupan, baik dari bidang ekonomi, sosial, politik, maupun
hukum. Upaya pemberantasan korupsi haruslah dilakukan baik dari pihak
pemerintah maupun masyarakat agar tercipta bangsa Indonesia yang bersih dari
korupsi.
A.
Saran
Budaya
korupsi akan menjadi cermin dari kepribadian bangsa yang bobrok dan sungguh
membuat negara ini miskin karena kekayaan-kekayaan negara dicuri untuk
kepentingan segelintir orang tanpa memperdulikan bahwa dengan tindakannya akan
membuat sengsara berjuta-juta rakyat ini. Tentu untuk mengatasi masalah korupsi
ini adalah tugas berat namun tidak mustahil untuk dilakukan. Dibutuhkan lintas
aspek dan tinjauan untuk mengatasi, mencegah tindakan korupsi. Tidak saja dari
segi aspek agama (mengingatkan bahwa korupsi, dan menyalahkan kekuasaan adalah
tindakan tercela dalam agama), dibutuhkan juga penegakan hukum yang berat untuk
menjerat para koruptor sehingga mereka jera, serta dibutuhkan norma sosial
untuk memberikan rasa malu kepada pelaku koruptor bahwa mereka juga akan
bernasib sama dengan pelaku terorisme. Tugas kita semua sebagai warga negara
ikut serta dalam upaya pemberantasan korupsi agar korupsi tidak semakin
membudaya.
Daftar
Pustaka
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih
Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan
Keadilan. Bandung: Fokus
Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua. Jakarta: Salemba
Humanita
Rahardjo, Dawam. 1999. Orde Baru dan Orde Transisi.
Yogyakarta: UII Press
Santosa, Kholid O. 2004. Paradigma Baru Memahami Pancasila dan UUD
1945. Bandung: Sega Arsy
http://www.kpk.go.id/images/pdf/Undang-undang/uu311999.pdf. diakses 18 September 2013 pukul 17.00
WIB
http://www.nu-
antikorupsi.or.id/Iskandar/ Sonhadji/ “Perilaku Korupsi Dan
Dampaknya” diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 19.00 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31169/3/Chapter%20II.pdf.
diakses 17 September
2013 pukul 19.22 WIB
http://www.tempo.com/read/news/2013/09/09/063511537/Pengacara-Curiga-Luthfi-Hasan- Kenal-Bunda-Putri. diakses 18
September 2013 pukul 15.00 WIB
http://www.bbc.co.uk/indonesia/beritaindonesia/2013/09/130903timelineirjendjoko.shtm1. diakses 18 September 2013 pukul 15.38
WIB
http://www.kejaksaan.go.id/uplimg/File/UU031971.pdf. diakses 18 September 2013 pukul 16.04 WIB
http://www.lensaindonesia.com/2013/09/13/bongkar-skk-migas-kpk-kembali-periksa-simon.html. Diakses 21 september 2013 pukul 16.45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar