Minggu, 19 Januari 2014

Budaya Korupsi di Indonesia



BUDAYA KORUPSI
 DI INDONESIA






Disusun oleh :

1. Nurul Aslina                        12304241016
2. Wilda Khafida                    12304241023
3. Nurul Ayuningtyas I           12304241034
4. Dewi Susanti                       12304249001






JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013


Kata Pengantar

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Budaya Korupsi di Indonesia” ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
            Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. KH. Sugiyarto selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.
Kami menyadari bahwa Tak Ada Gading Yang Tak Retak, begitu juga dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat.         


                                                                        Yogyakarta, 21 September 2013
                                                                       
                                                           

                                                                                                Penulis








DAFTAR ISI

KataPengantar                        ……………………………………………………………..i
Daftar Isi         …………………………………………………………………….ii
Bab I. Pendahuluan    ……………………………………………………………..1
A.    Latar Belakang            ……………………………………………………..1
B.     Rumusan Masalah       ……………………………………………………..2
C.     Tujuan             ……………………………………………………………..2
Bab II. Pembahasan    ……………………………………………………………..3
Bab III. Penutup         …...………………………………………………………...15
A.    Kesimpulan     ……………………………………………………………..15
B.     Saran   ……………………………………………………………………..16
Daftar Pustaka                        ……………………………………………………………..17








                                                            



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Fenomena korupsi telah menjadi persoalan yang berkepanjangan di negara Indonesia. Bahkan negara kita memiliki rating yang tinggi di antara negara-negara lain dalam hal tindakan korupsi. Korupsi sebagai sebuah masalah yang besar dan berlangsung lama menjadi sebuah objek kajian yang menarik bagi setiap orang. Setiap orang memiliki sudut pandang masing-masing sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian itu. Misalnya ada orang yang meneliti pengaruh korupsi terhadap perekonomian, perpolitikan, sosial, dan kebudayaan.        
            Fenomena korupsi telah menghilangkan nilai-nilai kerja keras, kebersamaan, tenggang rasa, dan rasa senasib sepenanggungan di antara sesama warga bangsa Indonesia. Korupsi menciptakan manusia Indonesia yang apatis terhadap nasib dan penderitaan sesama khususnya rakyat kecil. Tindakan korupsi seolah-olah bukanlah lagi sebuah tindakan yang diharamkan oleh agama manapun sebab kecenderungan korupsi telah merasuki hati sebagian orang bangsa ini.
            Dalam tulisan ini, Penulis akan mengkaji korupsi sebagai sebuah budaya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Mari’e Muhammad (Mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI pada masa Pemerintahan Orde Baru) bahwa tindakan korupsi di Indonesia sudah menjadi sebuah budaya. Mungkin banyak orang yang menyetujui dan memiliki pemahaman yang sama dengan pendapat tersebut. Disini penulis berusaha mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan korupsi dan mencoba memberikan penyelesaian agar korupsi tidak semakin membudaya.










B.     Rumusan Masalah  
1)      Apakah pengertian korupsi?
2)      Bagaimanakah sejarah korupsi?
3)      Bagaimana Undang-Undang tentang korupsi di Indonesia?
4)      Apa sajakah faktor-faktor penyebab korupsi?
5)      Bagaimana budaya korupsi di Indonesia?
6)      Apa sajakah contoh kasus korupsi di Indonesia?
7)      Apa sajakah dampak korupsi dalam berbagai bidang?

C.    Tujuan
1)      Memahami apa yang dimaksud dengan korupsi
2)      Memahami sejarah korupsi
3)      Mempelajari Undang-Undang tentang korupsi di Indonesia
4)      Memahami faktor-faktor penyebab korupsi
5)      Memahami budaya korupsi di Indonesia
6)      Memahami contoh-contoh korupsi di Indonesia
7)      Memahami dampak korupsi dalam berbagai bidang











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Coruption atau Corruptus yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, atau memutarbalikkan. Kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Prancis Corruption, dalam bahasa Belanda Korruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Korupsi. Selain itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Ditinjau dari segi hukum, korupsi adalah sebuah kejahatan. Di Indonesia, Singapura dan Malaysia, korupsi adalah kejahatan yang serius dan pelakunya mendapat sanksi hukum yang maksimal. Dari sudut pandangan ekonomi, korupsi adalah gejala pemborosan yang merugikan. Biasanya korupsi adalah hasil kerja sama antara pengusaha dan penguasa. Baik perusahaan maupun negara menampung kerugian. (Rahardjo, 1999: 13)
Aristoteles yang diikuti oleh Machiavelli, sejak awal telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral corruption). Korupsi moral merujuk pada berbagai bentuk konstitusi yang sudah melenceng, hingga para penguasa rezim termasuk dalam sistem demokrasi, tidak lagi dipimpin oleh hukum, tetapi tidak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri. (Mansyur Semma, 2008:32)
Berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang kekuasaan, memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang, melakukan penggelapan, dan menerina hadiah terkait janggung jawab yang dijalani.
B.     Sejarah korupsi
     Korupsi sudah berlangsung dari zaman kebesaran Romawi hingga masa keadidayaan Amerika Serikat saat ini. Korupsi sulit hilang, bahkan semakin menggurita di beberapa masa terakhir kini. Korupsi layaknya sebuah “epidemi” penyakit. “Epidemi” ini sudah mendunia sehingga sebagai penyakit global, korupsi tidak mengenal tapal batas dan limit waktu. Hal ini juga yang menyebabkan pada tanggal 9 Desember 2003, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui Konvensi Antikorupsi Sedunia. Ini tentu tidak terlepas dari kekuatan korupsi sebagai musuh bersama masyarakat dunia (The Common Enemy). Dalam hal ini Indonesia juga termasuk dalam deretan sebagai “pasien” penderita penyakit korupsi stadium akut. Corruption Perception Index yang diterbitkan oleh Transparency International Indonesia mungkin bisa mendeskripsikan keterpurukan harkat dan martabat bangsa ini di mata dunia internasional.
Di Indonesia korupsi telah menjadi kebiasaan sejak zaman lampau. Korupsi menjadi tradisi dalam corak birokrasi patrimonial, yang mengejewantahkan bentuknya dalam sistem masyarakat feodal. Corak dan sistem seperti ini tetap dipertahankan sebagai sebuah kewajaran, justru karena masyarakat memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar telah terjadi sejak dahulu, sesuatu yang terwariskan. Korupsi di Indonesia telah ada dari dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era orde lama, orde baru, berlanjut hingga era reformasi. Korupsi telah berakar jauh ke masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia, akan tetapi hampir di semua bangsa. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Mochtar Lubis menjelaskan, awal mula kelahiran korupsi sejak masa feodalisme masih berkuasa hingga ke masyarakat modern dengan bentuk-bentuk korupsi yang semakin beragam. Di masa feodal di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, tanah-tanah yang luas adalah pemilik para raja dan raja menyerahkan pada para kaum bangsawan untuk melakukan pengawasan terhadap tanah-tanah tersebut.
Melalui kaum bangsawan yang ditugaskan melakukan pengawasan tersebut, rakyat dan pembesar yang menempatinya dipunguti pajak, sewa, dan upeti. Situasi tersebut juga terdapat dalam kerajaan-kerajaan Indonesia di zaman dahulu. Pada waktu itu dalam nilai budaya dan masyarakat yang berlaku, dianggap sebagai hal yang wajar. Jejak akar budaya ini pada struktur kekuasaan di masa lalu yang disebutnya sebagai kekuasaan “birokrasi patrimonial“. Istilah ini berasal dari Max Weber dan didefinisikan sebagai bentuk kekuasaan yang hidup dan berkembang pada masa feodalisme di masa lalu yang masih besar.
C.    Undang-Undang tentang Korupsi
     Di Indonesia langkah-langkah pembentukan hukum positif untuk  menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui beberapa masa perubahan perundang- undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru digunakan tahun 1957, yaitu dengan adanya Peraturan Penguasa Militer yang berlaku di daerah kekuasaan Angkatan Darat  (Peraturan Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Beberapa peraturan yang mengatur  mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia sebagai berikut :
1.      Masa Peraturan Penguasa Militer, yang terdiri dari :
a.       Pengaturan yang berkuasa Nomor PRT/PM/06/1957 dikeluarkan oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat. Rumusan korupsi menurut perundang- undangan ini ada dua, yaitu tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga baik untuk  kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan material baginya.
b.      Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang- orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah Pemilik Harta Benda (PHB).
c.       Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda (PHB) untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lainnya, sambil menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi.
d.      Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan darat Nomor PRT/PEPERPU/031/1958 serta peraturan pelaksananya.
e.       Peraturan Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor PRT/z.1/I/7/1958 tanggal 17 April 1958 (diumumkan dalam BN Nomor 42/58).  Peraturan tersebut diberlakukan untuk wilayah hukum Angkatan Laut.
2.      Masa Undang-Undang Nomor 24/Prp/Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti Korupsi, yang merupakan peningkatan dari berbagai peraturan. Sifat Undang- Undang ini masih melekat sifat kedaruratan, menurut pasal 96 UUDS 1950, pasal 139 Konstitusi RIS 1949.Undang- Undang ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1960 yang tertera dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1961.
3.      Masa Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.      Masa Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang-  Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

D.    Faktor Penyebab Korupsi
     Korupsi yang saat ini sudah sangat banyak dilakukan oleh para pejabat khususnya di negara-negara berkembang disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
1.      Faktor Internal
1)      Lemahnya keimanan
2)      Lemahnya moral dan etika
3)      Sifat tamak manusia,
4)      Gaya hidup konsumtif,
5)      Tidak mau (malas) bekerja keras
6)      Rendahnya integritas dan profesionalisme,  
2.      Faktor Eksternal
1)      Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
2)      Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3)      Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan,
4)      Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga dan birokrasi belum mapan,
5)      Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat

E.     Budaya Korupsi
Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan ningrat dan golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana. Antara pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara warga bertaraf ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata korupsi merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa lumrah dalam perbincangan.
Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual melainkan dianggap sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum. Para anggota dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan tindakan pelanggaran etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya sikap semacam ini justru membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan perundang-undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy). Hal ini tentu akan merusak cita-cita dan tujuan bangsa.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah membuktikan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang memegang kedaulatan rakyat.  Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada para DPR. Namun tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR yng melakukan korupsi akan mengubah persepsi masyarakat sehingga menjadi tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.
Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu pemicunya adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah dan banyaknya kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong pada tindakan korupsi dalam birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon memberikan uang kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala desa tersebut. hal ini juga termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang menerima uang pelicin, tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap maupun penerima suap sama-sama telah melakukan perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kunci jawaban UNAS kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan. Tentu hal ini juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih dahulu untuk berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan soal UNAS. Semestinya dalam lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai taraf tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya untuk menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan kebudayaan masyarakat yang merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan cara mengubah budaya pada masyarakat yang masih mengagungkan kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat kebudayaan lama, jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat dampak dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.
F.     Kasus-Kasus Korupsi
a)      Kasus suap daging impor
                        KPK mengungkap kasus suap daging impor yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah dan anggota DPR Luthfi Ishak. KPK mendapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya serah terima uang terkait proses impor daging dari Juard Effendi dan Arya Arby Effendi dari PT indoguna utama ke orang dekat anggota DPR luthfi hasan,ahmad fathanah. Serah terima uang yang dilakukan di kantor PT indoguna di pondok bambu. Suap terkait izin impor daging,saat ini daging impor memang tengah dibatasi. Usai penyerahan, ahmad fathanah dengan membawa uang Rp 1 miliar setelah itu bergerak ke hotel le meridien. Dan di hotel tersebut sudah ada mahasiswi berinisial M berusia 19 tahun. Pihak KPK tidak merinci apa yang telah dilakukan kedua orang tersebut di hotel. KPK mengintai Ahmad dan sang mahasiswi di hotel. Setelah itu, saat keduanya keluar dari hotel, sedang di basement dan berada di mobil, KPK menangkap keduanya. Di jok belakang disita uang Rp 1 miliar. Keduanya langsung dibawa ke KPK. KPK menangkap Juard dan Arya di rumah di kawasan Cakung, Jaktim. Penangkapan terkait suap. Keduanya pun langsung dibawa ke KPK. Ada juga 2 orang lain yang diamankan yakni sopir PT IU dan sopir Ahmad. KPK melakukan penggeledahan di PT Indoguna dan melakukan penyitaan sejumlah barang. KPK juga memberkan police line di perusahaan itu. Hingga sore KPK melakukan pemantauan di sejumlah lokasi. KPK menetapkan tersangka Juard, Arya, Ahmad fathanah, dan Luthfi Hasan.
Mereka diduga terlibat dalam kasus suap menyuap.
b)      Kasus korupsi kepala skk migas
            Pelaksana Tugas (Plt) Kepala SKK Migas Johanes Widjanarko menjalani pemeriksaan. Pemeriksaan itu terkait dengan kasus dugaan suap PT Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) terhadap bekas Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Johanes selesai diperiksa dia mengaku ditanya soal tiga tersangka. Yakni, Rudi, pemilik PT KOPL Simon G. Tanjaya, dan pelatih golf yang diduga kurir yaitu Devi Ardi. Dia berkelit saat dicecar soal proses tender di SKK Migas. Tercatat,Rudi Rubiandi pernah menjabat sebagai komisaris disalah satu cabang pembantu Bank Mandiri. Seperti diketahui, berdasarkan hasil ekspos (gelar perkara) ditetapkan tiga orang tersangka terkait peristiwa operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik. Pertama, yaitu Simon Gunawan Tanjaya sebagai pemberi suap sehingga dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian, Deviardi alias Ardi dan Rudi sebagai penerima dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Rudi diduga menerima uang sejumlah USD400 ribu dari Simon melalui Ardi. Kemudian, ditemukan kembali uang sejumlah USD90 ribu dan 127 ribu dolar Singapura di rumah Rudi yang diduga juga pemberian dari Simon. Sedangkan dirumah Ardi juga ditemukan uang sebesar  USD200 ribu. Uang tersebut diduga terkait dengan kewenangan Rudi sebagai Kepala SKK Migas. Mengingat, Simon adalah petinggi Kernel Oil Private Limited, perusahaan minyak yang berniat merambah ke dunia bisnis di Indonesia.

c)      Pengadaan alat simulator SIM
Irjen Djoko Susilo dituntut 18 tahun penjara serta mengembalikan kerugian Rp32 miliar. Empat belas bulan pasca Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan status tersangka atas Irjen Djoko Susilo dalam kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM yang merugikan negara Rp196 miliar, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi membacakan vonis untuk mantan Kepala Kakorlantas Mabes Polri itu.
                      KPK menetapkan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka untuk kasus korupsi simulator SIM. Upaya KPK menyidik kasus ini menimbulkan friksi dengan Polri yang juga menginginkan kewenangan untuk mengusut kasus tersebut. KPK memanggil Irjen Djoko Susilo untuk menjalani pemeriksaan pertama. dengan alasan penanganan kasus belum jelas.  Djoko memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan memerintahkan Polri menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada KPK.KPK menahan Djoko di rumah tahanan cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta Selatan. KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencucian uang (TPPU).Djoko menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor dalam persidangan dan terkuak fakta tentang irjen susilo yaitu  Total aset yang disita mencapai Rp100 miliar dan terdiri dari 26 properti, 3 SPBU dan 4 mobil,Djoko mengaku bahwa kekayaannya bertambah Rp80 miliar antara 2003-2012Sejak 2005 ia menyamarkan harta-hartanya dengan menggunakan nama 12 orang kerabat dekat, termasuk istri dan anak buahnya. Jaksa mengajukan tiga tuntutan yaitu hukuman penjara 18 tahun, denda kerugian negara Rp32 miliar serta pencabutan hak politik yang jika dikabulkan hakim berarti Djoko tidak akan bisa menggunakan hak pilih di Pemilu 2014 atau memilih dan dipilih untuk jabatan publik. Majelis hakim menjatuhkan vonis atas Djoko. Berkas pertimbangan hakim mencapai 6.000 halaman dengan ketebalan 1,2 meter. Akhirnya irdjen susilo di vonis dengan pidana penjara 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider kurungan 6 bulan Selain itu, majelis hakim memerintahkan agar harta kekayaan Rp 200 miliar yang menjadi barang bukti disita untuk negara.



G.    Dampak Korupsi
Korupsi menyebabkan berbagai macam dampak pada berbagai bidang. Dampak tersebut diantaranya:
a.       Dampak Ekonomi
                 Dalam perspektif ekonomi ada beberapa dampak korupsi, antara lain terjadinya inefisiensi hingga menyebabkan tingginya harga yang akhirnya beban keseluruhan harus ditanggung oleh konsumen, terjadinya eksploitasi dan ketidakadilan distribusi sumberdaya dan dana pembangunan karena hanya orang yang memiliki kekuasaan dan para pemilik modal saja yang bisa mengaksesnya, terjadinya tidak efektif dan efisiennya birokrasi pemerintahan. Mereka tidak punya sensitifitas untuk melayani kepentingan publik dan selalu mencari keuntungan bagi kepentingan sendiri atas kewajiban yang seharusnya dilakukan. Pada akhirnya, insentif ini akan berujung pada inefisiensi dan perubahan watak pelayanan birokrasi, terjadinya penurunan tingkat investasi modal sehingga pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pemasukan negara. Dampak langsung dari uraian di atas adalah petumbuhan ekonomi akan terhambat dan kemiskinan menjadi semakin meluas.
b.      Dampak Sosial
     Dalam konteks sosial, dampak korupsi dapat menimbulkan masalah yang sangat besar. Korupsi berdampak pada merosotnya investasi pada human capital dan bahkan korupsi menghancurkannya. Tidak adanya pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan pelayanan pendidikan dan kesehatan menyebabkan masyarakat rentan terhadap berbagai penyakit dan rendah kompetensinya, sehingga masyarakat menjadi kurang profesional dan kurang mampu berkompetisi secara dinamis dengan berbagai sumberdaya manusia dari negara lain. Bagi masyarakat, korupsi dianggap sebagai suatu kelaziman dan bahkan menjadi pelumas bagi proses-proses ekonomi dan politik. Sikap dan perilaku kolusif dan koruptif itu pada akhirnya akan mengurangi etos kompetisi secara sehat, semakin memperkuat hubungan patron-client, orang yang berkuasa dan mempunyai uang bisa mengatur segalanya, kesenjangan antarkelompok sosial semakin melebar dan melembaga sehingga menciptakan kerawanan sosial.  Rusaknya mutu infrastruktur transportasi dan komunikasi tidak hanya menyebabkan mobilitas penduduk menjadi merosot, tetapi juga potensial menyebabkan kerawanan sosial lainnya. Begitu juga dengan angka kemiskinan yang kian meningkat karena terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang  berpengaruh besar pada stabilitas sosial.
c.       Dampak Politik
     Terjadinya penyimpangan kepentingan pada lembaga politik tempat proses legislasi berlangsung. Karena para wakil rakyat yang dipilih melalui proses pemilu yang tidak sepenuhnya jujur, adil dan sikap koruptif menjadi bagian tak terpisahkan di dalamnya. Karena itu, elit dan lembaga politik punya kecenderungan mengabaikan aspirasi rakyat dan konstituennya. Fakta tersebut membuat lembaga legislatif menjadi tidak dapat dipercaya dan menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat. Karena itu, dewasa ini semakin banyak kasus terjadinya politik uang pada berbagai pemilihan kepala daerah. Secara keseluruhan, di dalam perspektif politik, korupsi membelokkan proses-proses politik, menggantikan kebijakan yang berfokus pada persaingan politik. Dampak utama lain dari proses di atas, berbagai kebijakan yang dihasilkan lembaga politik akan kehilangan moralitasnya, tidak berpihak pada daulat rakyat dan rakyat semakin tidak percaya pada proses politik..
d.      Dampak Hukum
     Dalam konteks hukum, dampak yang paling nyata adalah makin meluasnya ketidakpercayaan rakyat pada lembaga penegak hukum. Karena itu banyak terjadinya penyelesaian sepihak dengan menggunakan kekerasan menjadi salah satu modus yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mewujudkan keadilan versi mereka. Lembaga peradilan terus menerus mendapat tekanan dan cemoohan dari publik, karena justru membebaskan para koruptor, memberi peluang untuk tidak diperiksa hanya dengan alasan kesehatan, diperiksa di pengadilan tanpa hadirnya terdakwa. Pendeknya hukum dituding menjadi diskriminatif dan keadilan potensial "diperjual-belikan". Ketidakmampuan serta proses penegakan hukum menegakkan eksistensinya juga berdampak langsung pada peningkatan kecemasan masyarakat dan peningkatan angka kriminalitas. Akibat yang paling mengkhawatirkan, setiap masalah atau pertikaian pendapat yang muncul diselesaikan dengan kekerasan sehingga kerusuhan terjadi di mana-mana.  Hukum tidak lagi bersifat responsif, tetapi instrumen untuk memperluas kewenangan kekuasaan "memeras" rakyat atas nama peraturan daerah dan melegalisasi kesewenangan. Hukum dimaknai bekerja secara prosedural tetapi kehilangan makna substantif dan spiritualitasnya. Akibat lebih lanjut lainnya, judicial corruption juga bisa berkaitan dengan proses investasi. Para investor banyak yang tidak mau mengambil resiko di bidang bisnis tanpa jaminan kepastian hukum. Kepastian itu tidak hanya di dalam relasinya dengan kepentingan kekuasaan saja dan berkaitan dengan perlindungan usaha atas proyek yang melibatkan pemerintahan, tetapi juga jaminan kepastian hukum bila terjadi sengketa dengan rekan bisnisnva maupun dengan para customer-nya. Begitu luas dampak korupsi karena terjadi pembiaran terhadap kejahatan korupsi, belum maksimalnya usaha serius dari pemerintah untuk memberantas korupsi secara sistematik, baik itu pada pemerintahan Orde Baru maupun saat setelah terjadinya reformasi. Baru kemudian presiden terpilih secara langsung menyatakan secara terbuka komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi.
 
H.    Upaya Pemberantasan Korupsi
            Masalah korupsi bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Berbagai kebijakan telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Secara faktual Majelis Permusyawaratan Rakyat mengamanatkan dalam TAP MPR-RI Nomor XI/MPR/1989 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN, yang kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
            Tujuan yang ingin dicapai dalam upaya tersebut adalah Penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif harus sesuai dengan tuntutan hati nurani rakyat, yakni adanya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugas secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktik KKN di segala bidang, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.
            Upaya pemberantasan korupsi untuk menuju terciptanya pemerintahan yang bersih nuansanya nampak lebih kental. Untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara menuju terciptanya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa teersebut, maka Presiden telah mengeluarkan Peraturan Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Kebijakan Penyelenggaraan Negara 2004-2009, yang diarahkan untuk:
a)      Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam benuk praktik-praktik   korupsi, kolusi dan nepotisme
b)      Meningkatkan kualitas penyelenggara administrasi negara
c)      Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
Selain kontribusi aparat hukum, partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam  mengawali upaya-upaya pemberantasan tindak perilaku korupsi. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh masyarakat umum dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a)      Upaya pencegahan (preventif). Dapat dilakukan dengan menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b)      Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa. Yaitu menumbuhkan rasa memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik serta tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c)      Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Yaitu dengan membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya serta melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang kekuasaan, memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang, melakukan penggelapan, dan menerima hadiah terkait janggung jawab yang dijalani. Korupsi sudah berlangsung dari zaman kebesaran Romawi hingga masa keadidayaan Amerika Serikat saat ini. Korupsi sulit hilang, bahkan semakin menggurita di beberapa masa terakhir kini. Korupsi di Indonesia telah ada dari dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era orde lama, orde baru, berlanjut hingga era reformasi. Korupsi telah berakar jauh ke masa silam, tidak saja di masyarakat Indonesia, akan tetapi hampir di semua bangsa.
            Dalam upaya pemberantasan korupsi, badan legislatif Indonesia telah membuat Undang-Undang yang mengatur tindak pidana korupsi tersebut, Undang-Undang ini telah ada sejak tahun 1960 dan mengalami beberapa kali perubahan hingga saat ini. Undang-Undang tersebut yaitu UU No 24 Tahun 1960, UU No 3 Tahun 1971, UU No 31 Tahun 1999, dan UU No 20 Tahun 2001.
            Korupsi yang semakin hari semakin berkembang dengan pesat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kurang atau dangkalnya pendidikan agama dan etika sehingga mempermudah pejabat untuk melakukan korupsi, kurangnya sanksi yang keras, kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat, lemahnya pengawasan terhadap para penyelenggara negara, faktor budaya atau kebiasaan dimana pejabat melakukan korupsi dianggap sebagai hal yang biasa dan cenderung dilakukan terus-menerus.
            Hampir semua orang di negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai taraf tinggi. Contoh kasus yang sering kita dengar adalah kasus suap daging impor, kasus dana kas uang Sidoarjo, kasus pengadaan alat simulator SIM, dan lain-lain. Korupsi ini memiliki dampak besar bagi segala aspek kehidupan, baik dari bidang ekonomi, sosial, politik, maupun hukum. Upaya pemberantasan korupsi haruslah dilakukan baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat agar tercipta bangsa Indonesia yang bersih dari korupsi.
A.    Saran
            Budaya korupsi akan menjadi cermin dari kepribadian bangsa yang bobrok dan sungguh membuat negara ini miskin karena kekayaan-kekayaan negara dicuri untuk kepentingan segelintir orang tanpa memperdulikan bahwa dengan tindakannya akan membuat sengsara berjuta-juta rakyat ini. Tentu untuk mengatasi masalah korupsi ini adalah tugas berat namun tidak mustahil untuk dilakukan. Dibutuhkan lintas aspek dan tinjauan untuk mengatasi, mencegah tindakan korupsi. Tidak saja dari segi aspek agama (mengingatkan bahwa korupsi, dan menyalahkan kekuasaan adalah tindakan tercela dalam agama), dibutuhkan juga penegakan hukum yang berat untuk menjerat para koruptor sehingga mereka jera, serta dibutuhkan norma sosial untuk memberikan rasa malu kepada pelaku koruptor bahwa mereka juga akan bernasib sama dengan pelaku terorisme. Tugas kita semua sebagai warga negara ikut serta dalam upaya pemberantasan korupsi agar korupsi tidak semakin membudaya.




















Daftar Pustaka

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,      Kesejahteraan, dan Keadilan. Bandung: Fokus
Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua. Jakarta: Salemba Humanita
Rahardjo, Dawam. 1999. Orde Baru dan Orde Transisi. Yogyakarta: UII Press
Santosa, Kholid O. 2004. Paradigma Baru Memahami Pancasila dan UUD 1945. Bandung:        Sega Arsy
http://www.nu- antikorupsi.or.id/Iskandar/ Sonhadji/ “Perilaku Korupsi Dan Dampaknya”             diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 19.00 WIB
http://www.tempo.com/read/news/2013/09/09/063511537/Pengacara-Curiga-Luthfi-Hasan-          Kenal-Bunda-Putri. diakses 18 September 2013 pukul 15.00 WIB
http://www.bbc.co.uk/indonesia/beritaindonesia/2013/09/130903timelineirjendjoko.shtm1.            diakses 18 September 2013 pukul 15.38 WIB
http://www.kejaksaan.go.id/uplimg/File/UU031971.pdf. diakses 18 September 2013         pukul 16.04 WIB



Tidak ada komentar:

Posting Komentar